Sahabat Hobby Makan yang berada di Kota Pontianak dan sekitarnya mungkin belum banyak yang tahu nasi uduk pertama di kota ini. Namanya Nasi Uduk Bang Dji’i dengan menu nasi uduk dan ayam goreng kalasan yang khas. Lokasinya di Jalan Nusa Indah I, Kota Pontianak.
Soal rasa nasi uduk yang satu ini memang tak perlu diragulan lagi. Penjualnya sudah cukup berpengalaman. Berdiri sejak tahun 1992, Nasi Uduk Bang Dji’i kini sudah hampir berusia 30 tahun.

Ternyata, nama Nasi Uduk Bang Dji’i terinspirasi dari tokoh Dji’ih yang diperankan oleh Sandy Suwardi Hassan pada film Si Pitung Dji’i zaman dulu. Dari sanalah akhirnya panggilan Dji’i melekat sampai sekarang.
Pemiliki Nasi Uduk Bang Dji’i, Arif Arfan atau akrab dipanggil Bang Dji’i menceritakan awal karirnya dimulai dari seorang kuli. Kemudian sempat ikut bekerja dengan orang menjual nasi uduk, hingga mampu membuka warung makan sendiri.
“Awalnya saya seorang kuli pada tahun 1978 ikut jualan nasi uduk dan belum punya sendiri. Pada tahun 1992 setelah menikah saya memutuskan untuk berjualan nasi uduk sendiri,” ujarnya kepada Tim Hobby Makan.
Berawal dari kuli dan merasa gaji yang didapat tiap bulannya tidak mencukupi, pria kelahiran Kota Pontianak ini mencoba peruntungan dengan berjualan nasi uduk. Kalau itu ia memulai berdua bersama sang istri.
“Saya awal buka dulu hanya warung kaki lima dan sempat pindah tiga kali sampailah sekarang menetap di warung ini. Ke depan mau coba buka cabang dan sedang mencari tempat yang cocok,” ujarnya.
Ia menceritakan menu nasi uduk yang dijual menggunakan resep pribadi dan pertama kali dibuat oleh sang istri. Sampai puluhan tahun rasanya selalu dipertahankan. “Dari dulu menu dan resep kami tidak pernah diubah. Kenapa dulu ide jualan nasi uduk karena (saat itu) lagi tren nasi uduk dan di Pontianak belum ada yang jualan,” kisahnya.

Ia mengatakan berjalannya waktu harga nasi uduk yang dijual terus berubah. Di tahun 1992 saat pertama kali membuka warung nasi uduk, ia pernah menjual satu porsi hanya Rp2.500. Dan di tahun 2020 ini harganya sudah menjadi Rp22 ribu per porsi.
Perbedaan nasi uduk yang ia jual dan yang menjadi khas adalah menggunakan resep sendiri. Dimasak langsung oleh istri dengan teksturnya nasi yang berderai, tidak berlemak dan gurih. “Kami bisa jual 200 porsi per hari bahkan waktu normal bisa 400 porsi. Rencana saya mau nambah menu, tunggu dapat tempat untuk membuka cabang lagi,” paparnya. (tim)