Model Bisnis Anti Resesi pada Produk Pangan - Hobby Makan

Model Bisnis Anti Resesi pada Produk Pangan

Kirim stiker yuk..
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
6
+1
2

Tahun 2023 diramalkan sebagai tahun yang gelap bagi perekonomian dunia yang disebabkan oleh resesi ekonomi. Resesi adalah kondisi situasi perputaran ekonomi di suatu negara yang berjalan sangat lambat dalam waktu yang sangat lama. Perputaran ekonomi yang sangat lambat ini disebabkan oleh pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) suatu negara yang menurun secara terus menerus. Menurut Davidson (1981), resesi merupakan kondisi dimana negara mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan dalam kurun waktu beberapa bulan dilihat dari PDB riil, penghasilan, tingkat pengangguran, produksi industri, penjualan grosir-ritel.

Saat kondisi resesi, tentu perilaku konsumen akan berubah, prioritas yang akan dibeli konsumen dan alasan konsumen berbelanja juga akan berubah dan bahkan konsumen potensial juga akan berubah, termasuk faktor yg berpengaruh-mempengaruhi keputusan belanja konsumen,yaitu pergeseran 4P (Product-Price-Place-Promotion), McCarthy (1964) berubah menjadi 4C (costumer value-convenience- communication-cost), Lauterborn (1990) dan kemudian menjadi 4E (experience-everyplace-evangelism-exchange), Fetherstonhaugh (2009). Perubahan ini tentu akan menuntut pelaku untuk mendisrupsi cara berjualan lama atau menentukan model bisnis baru yang relevan dalam kondisi resesi.

Model bisnis baru yang dapat diterapkan pada produk pangan saat kondisi resesi antara lain
sebagai berikut :

1. Platform Business Model

Platform telah berkembang menjadi mesin penting untuk pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan (Jonash et al., 2007); dengan demikian, sebuah platform telah berkembang dengan peningkatan ukuran pasar dan tenaga kerja. Oleh karena itu, platform telah muncul sebagai strategi bisnis baru yang dapat menyebabkan perubahan paradigma dalam persaingan pasar. Untuk bertahan hidup di pasar yang berubah dengan cepat dan sangat kompetitif ini, pelaku bisnis pada produk pangan harus mengembangkan keterampilan unik mereka dan juga harus bekerja sama dengan pihak-pihak di sekitar mereka berdasarkan platform untuk memajukan dan berinovasi dalam paradigma manajemen mereka (Evans et al., 2006). Difusi paradigma bisnis baru dan ekosistem manajemen perusahaan yang inovatif berdasarkan platform dapat menciptakan pasar baru dan memperluas area pasar sebelumnya dan platform merupakan faktor penting yang menentukan proses pembentukan ekosistem pelaku bisnis pada produk pangan.

2. Sharing economy

Sharing economy adalah model bisnis baru yang menggunakan mediasi teknologi (Hamari et al., 2016), memfasilitasi akses ke barang atau jasa yang kurang dimanfaatkan (Habibi et al., 2017; Harmaala, 2015), dan berpotensi mengurangi konsumsi bersih (Frenken dan Schor, 2017). Berbagi telah menjadi praktik lama dalam masyarakat, sharing economy digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai praktik konsumsi dan model organisasi yang berbeda (Dreyer et al., 2017; Guyader dan Piscicelli, 2019; Habibi et al., 2017 ) yang meliputi berbagi, menyewakan, meminjam, meminjamkan, barter, menukar, memperdagangkan, menukar, menghadiahkan, membeli barang bekas, dan bahkan membeli barang baru.

3. Crowdfunding

Crowdfunding merupakan solusi untuk memecahkan masalah utama yang dimiliki usaha kecil, wirausaha start-up pemasaran produk pangan, inventor, dan pekerja kreatif untuk membiayai operasinya. Menurut Alan (2013), Crowdfunding memiliki potensi untuk menstimulasi ekonomi. Crowdfunding menyediakan mekanisme pendanaan yang efisien kepada bisnis kecil (small businesses). Pasca krisis ekonomi, bisnis kecil ditengarai memiliki kapasitas sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi (engine of economic growth). Di Amerika Serikat, misalnya, portal crowdfunding IndieGoGo.com diundang sebagai partisipan program Startup America, yakni suatu inisiatif yang dilakukan White House untuk menghadirkan bisnis kecil sebagai penggerak dari pemulihan ekonomi (driver of economic recovery) Amerika Serikat pasca krisis tahun 2008.

4. Peer-to-peer business models.

Tujuan model bisnis peer-to-peer adalah untuk bertindak sebagai perantara antar individu. Ini berfungsi sebagai pencari jodoh di tengah dua sisi: satu yang memiliki sesuatu untuk ditawarkan (produk atau layanan) dan lainnya yang dapat memanfaatkan penawaran ini. Biasanya, model bisnis peer-to-peer melibatkan semacam platform yang menyediakan kontak antara kedua belah pihak, sambil menetapkan aturan dan regulasi, sistem pembayaran, dan proses apa pun yang mungkin diperlukan agar transaksi berhasil. Dalam bisnis produk pangan, pihak ketiga ini mengurangi risiko kegagalan pengiriman penjual serta kegagalan pembayaran pembeli. Selain itu, mengurangi biaya produksi dan investasi, memungkinkan harga yang lebih rendah bagi konsumen (Daniel Pereira,2022).

Dimasa resesi, empat model bisnis pada produk pangan tersebut dapat menjadi keunggulan baru dikarenakan konsumen yg makin kritis-skeptis-serba menuntut, tak mau sekadar diposisikan sebagai obyek pasif yg hanya sebagai pembeli, karena mereka tidak puas hanya “beli apa?”. Tapi menginginkan “mendapat apa?” Bahkan menuntut difasilitasi untuk bertransformasi “menjadi siapa?” setelah berbelanja. Dimasa depan, pelaku bisnis produk pangan yang bisa mendefinisikan model bisnis baru tersebut yang bisa tetap relevan, survive melewati masa resesi dan berpeluang menjadi pemenang.

Penulis: Aris Hermawan* dan Eva Dolorosa

*Mahasiswa S2 Agribisnis Fakultas Pertanian UNTAN